Abstak:
Dekonstruksi adalah metode membaca
teks sangat
hati-hati sehingga perbedaan penemuan konseptual oleh penulis yayasan teks tampak konsisten dan paradoks untuk penggunaan konsep dalam teks secara keseluruhan. Kehadiran dekonstruksi telah memungkinkan teks untuk memiliki multi makna. Teks sastra dipandang sebagai sangat kompleks. Seno dan Auda mempunyai pemahaman berbeda mengenai perwujudan seorang yang bekerja di lembah prostitusi, sehingga membuat cerpen mereka menjadi lebih menarik. Sebagai objek dekonstruksi, kedua cerpen ini sarat akan unsur pesan moral yang hendak disampaikan oleh masing-masing pengarang, tetapi dengan teknik jalan penceritaan yang berbeda.
hati-hati sehingga perbedaan penemuan konseptual oleh penulis yayasan teks tampak konsisten dan paradoks untuk penggunaan konsep dalam teks secara keseluruhan. Kehadiran dekonstruksi telah memungkinkan teks untuk memiliki multi makna. Teks sastra dipandang sebagai sangat kompleks. Seno dan Auda mempunyai pemahaman berbeda mengenai perwujudan seorang yang bekerja di lembah prostitusi, sehingga membuat cerpen mereka menjadi lebih menarik. Sebagai objek dekonstruksi, kedua cerpen ini sarat akan unsur pesan moral yang hendak disampaikan oleh masing-masing pengarang, tetapi dengan teknik jalan penceritaan yang berbeda.
Kata Kunci: dekontruksi,
prostitusi, cerpen.
PENDAHULUAN
Karya sastra terlahirkan dari proses kreatif disetiap
pengarang yang telah menghasilkan sebuah karya sastra. Disetiap proses kreatif
itulah dipercaya adanya sentuhan kenyataan yang dimasukkan oleh pengarang
dikarya sastranya dan atau bahkan karya sastra yang berhasil di tulisnya
merupakan wujud kekreativitasannya atas inovasi dari karya sastra lainnya,
adanya interpretasi dari karya sastra lainnya. Sehingga memang dibutuhkan
adanya satu upaya yang dapat memudahkan seorang pembaca untuk memahami karya
sastra yang dibacanya. Berbagai teori yang dapat kita pilih untuk mengapresiasi
sebuah karya sastra. Salah satu teori yang dapat kita pergunakan adalah teori
dekonstruksi. Tidak sembarang karya sastra dapat diterapkan teori dekonstruksi untuk mengapresiasinya.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pada Era modernisasi, keberadaan
sastra dan perkembangan sastra berkembang begitu pesat. Perkembangan tersebut
memicu munculnya sebuah teori sastra yang dirasa mengalami perkembangan pula.
Perkembangan teori akan memunculkan kritik sastra yang semakin berkembang dan
meluas. Sebuah karya sastra sangatlah erat hubungannya dengan kehidupan
manusia, karena sastra dibuat tidak lepas dari unsur kemanusiaan dan kehidupan
disekitar manusia yang membangun keutuhan sastra tersebut.
Pada kenyataannya
selama ini dalam membaca teks karya sastra, kita sering atau kita masih
berpandangan satu arah saja dengan mengikuti pendapat atau kesimpulan yang
telah dikonvensionalkan serta cepat menyimpulkan pemaknaan cerita dengan hanya
membaca serta menelaah teks secara umum. Pada masa post-moderbisasi,
pandangan-pandangan seperti demikian tidaklah diinginkan dalam pembacaan karya
sastra, kita dituntut untuk lebih kritis dalam membaca karya sastra, sehingga
muncullah metode-metode pembacaan teks seperti dekonstruksi.
Dalam Wikipedia
Indonesia, dekonstruksi merupakan sebuah metode pembacaan teks. Dalam hal ini
dekonstruksi menolak pandangan bahwa bahasa memiliki makna yang pastry,
tertentu, serta konstan sebagaimana halnya pandangan strukturalisme klasik.
Tidak ada ungkapan atau bentuk-bentuk kebahasaan yang bermakna tertentu dan pasti.
Hal ini yang menjadikan paham dekonstruksi sebagai ciri utama teori
post-strukturalisme. Dengan menggunakan metode dekonstruksi dalam membaca teks
atau sebuah karya sastra diharapkan kita bisa melihat fakta-fakta lain dalam
teks karya sastra, sehingga tidak ada kemutlakan dalam memaknai karya sastra
dan menghilangkan anggapan-anggapan yang sifatnya absolut serta menemukan
hal-hal baru yang pada awalnya terabaikan.
Seno Gumira Ajidarma dan Auda Zaschkya di dunia kesusastraan
khususnya cerpen, tulisannya hampir semua dikenal oleh masyarakat. Seno dan
Auda merupakan pengarang cerpen yang sudah memiliki banyak karya terkenal yang
ditebitkan di media elektronik maupun media cetak. Kedua pengarang ini
sama-sama sering menghadirkan tulisan sebagai media kritik sosial ataupun sarat
akan nilai-nilai moral yang ingin disampaikan oleh pengarang. Dari segi
kesamaan pemahaman inilah yang menimbulkan kemenarikan dari sebuah penelitian.
Secara garis besar, alasan pemilihan
bahan kajian ini dikaitkan dengan latar belakang kedua pengarang yangmempunyai
pemahaman serta konsep cerita yang sama dalam menuangkan cerita pendek sebagai
media untuk menyampaikan nilai-nilai moral dalam masyarakay. Tentunya tidak
menutup kemungkinan apabila antara satu sama lain saling memberi pengaruh dalam
kepenulisan cerpennya. Oleh karena itu, penulis meyimpulkan judul tulisannya
yaitu “Analisis Perbandingan Dekontruksi Dalam Cerpen “Pelajaran Mengarang”
Karya Seno Gumira Ajidarma Dan “Demi Anakku, Aku Rela Menjadi Pelacur” Karya Auda Zaschkya”.
PENDEKATAN
DEKONTRUKSI
Istilah
dekonstruksi dikemukakan oleh Jacques Derrida, seorang filusuf Perancis yang
lahir di Aljazair pada tahun 1930. Dekonstruksi pada awalnya adalah cara atau
metode membaca teks. Adapun yang khas dalam cara baca dekonstruktif, sehingga
pada perjalanannya selanjutnya dia sangat bermuatan filosofis adalah
unsur-unsur yang dilacaknya untuk kemudian dibongkar, pertama-tama bukanlah
inkonsistensi logis, argumen yang lemah, ataupun presmis yang tidak akurat yang
terdapat dalam teks, sebagaimana yang biasanya dilakukan pemikiran modernisme,
melainkan unsur yang secarafilosofis menjadi penentu atau unsur yang
memungkinkan teks tersebut menjadi filosofis (Norris, 2003: 12).
Tujuan
yang diinginkan metode dekonstruksi ialah menunjukkan ketidakberhasilan upaya
penghadiran kebenaran absolut. Ia berusaha menelanjangi agenda tersembunyi yang
mengandung banyak kelemahan dan kepincangan di balik teks-teks. Langkah-langkah
dekonstruksi terbagi manjadi tiga sebagai berikut. Pertama, mengidentifikasi hierarki oposisi dalam teks di mana
biasanya terlihat peristilahan mana yang diistimewakan secara sistematis dan
yang mana yang tidak. Kedua,
oposisi-oposisi itu dibalik dengan menunjukkan adanya saling ketergantungan di
antara yang saling bertentangan atau privilisenya dibalik. Ketiga, memperkenalkan sebuah istilah atau gagasan baru yang
ternyata tidak bisa dimasukkan ke dalam kategori oposisi lama.
Cara
baca Derrida atas teks-teks filosofis adalah cara yang hendak melacak struktur
dan strategi pembentukan makna di balik tiap teks itu, antara lain dengan jalan
membongkar sistem perlawanan-perlawanan utama yang tersembunyi di dalamnya.
Pembacaan dekonstruktif lalu hendak menunjukkan ketidakberhasilan ambisi
filsafat untuk lepas dari tulisan, yaitu menunjukkan agenda tersembunyi yang
mengandung banyak kelemahan dan kepincangan di balik teks-teks. Oleh karena
itu, Derrida meyakini bahwa di balik teks filosofis yang terdapat bukanlah
kekosongan, melainkan sebuah teks lain. Suatu jaringan keragaman
kekuatankeuatan yang pusat referensinya tidak jelas.
ANALISIS
CERPEN PELAJARAN MENGARANG SENO GUMIRA AJIDARMA
SINOPSIS
Dalam
cerpen Pelajaran Mengarang ini, karya Seno Gumira Ajidarma
menceritakan tentang seorang anak perempuan bernama Sandra berusia 10 tahun
yang duduk di bangku kelas V SD Sandra sangat membenci pelajaran mengarang yang
diajarkan oleh Ibu Guru Tati. Ibu Guru Tati memberikan 3 pilihan Judul kepada
40 anak muridnya, Sandra merasa teman-temanya tidak memiliki kendala apa pun
dalam mengarang tetapi tidak bagi dirinya, Sandra merasa dia harus benar-benar
mengarang karena dalam kenyataannya dia memang tidak mengalami kejadian yang
sesuai dengan ke tiga Judul tersebut.
Sandra
pun mulai memikirkan apa yang ada di benaknya tentang ketiga judul tersebut
dimulai dari Keluarga yang Berbahagia, dia merasa keluarga yang bahagia
ini tidak ada di dalam keluarganya dia hanya hidup dengan Mamanya tidak ada
Papa di dalam kehidupnnya, Sandra pernah menanyakan hal itu terhadap Mamanya
tetapi yang didapat hanyalah bentakan dan cacian dari Mamanya. Sandra pun mulai
berpikir lagi mengenai Liburan ke Rumah Nenek dan yang masuk kedalam
gambaranya hanyalah seorang wanita yang wajahnya penuh kerut yang selalu
menghias dirinya dengan sapuan wajah yang sangat tebal, orang-orang
memanggilnya dengan sebuta Mami, seorang yang berprilaku kasar
terhadap Sandra yang sering mengajak Sandra ke tempat yang Sandra tak mengerti.
Sandra
pun mulai berpikir tentang Ibu, seorang wanita cantik yang selalu merokok
dan mabuk-mabukan yang selalu membentak dan memarahi Sandra tetapi sebenarnya
Mama Sandra ini memiliki rasa penyayang terhadap Sandra dan memiliki prilaku
yang manis, tetapi tak selalu Mamanya itu berprilaku manis terhadap Sandra,
Sandra sering melihatnya bertingkah laku lain.
Waktu
mengarang pun telah habis, Kertas yang tadi hanya dipandangi oleh Sandra yang
masih putih tidak terkena noda, sekarang sudah Sandra tuliskan sepotong kalimat
yang berisi :
Ibuku
Seorang Pelacur...
Unsur Intrinsik
1. Tema
Tema merupakan ide yang mendasari suatu cerita. Tema terbentuk
dari sejumlah ide, tendens, motif, atau amanat yang sama, yang tidak
bertentangan sama dengan yang lainnya.Tema dinyatakan secara tidak terus terang
meskipun ada dan dirasakan oleh pembaca. Tema tidak lain merupakan ide pokok ,
ide sentral atau ide yang dominan dalam karya sastra.(Sugiarti, 2002:37-38)
Tema
dalam cerpen Pelajaran Mengarang adalah mengenai Kehidupan Sosial
yang dialami oleh satu keluarga yang dimana seorang Ibunya itu bekerja sebagai
seorang pelacur dan anaknya baru duduk di bangku kelas V SD. Cerpen ini juga
mengisahkan bahwa keadaan sosial atau pekerjaan dan lingkungan keluarga sebagai
faktor utama dalam pembentukan dasar karakter seorang anak.
“..Ketika
berpikir tentang keluarga kami yang bahagia, Sandra hanya mendapatkan gambaran
sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong
berserakan di meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur. Tumpahan bir
berceceran di atas kasur yang sepreinya terseret entah ke mana. Bantal-bantal
tak bersarung. Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah manusia yang terus
menerus mendengkur, bahkan seketika sandra pulang dari sekolah.”
“Lewat belakang, anak jadah, jangan
ganggu tamu Mama!.”
Kutipan
diatas menunjukan bagaimana Sandra dapat menulis karangan tentang kebahagiaan
keluarga, jika kehidupan sehari-hari yang Ia alami sama sekali tidak menunjukan
kebahagiaan yang semestinya diciptakan dalam lingkungan keluarga. Keadaan rumah
yang berantakan dengan benda-benda yang tidak seharusnya ia jumpai di masa
anak-anak sehingga ia tidak mempunyai keluarga yang harmonis, hal ini dapat
mempengaruhi pertumbuhan mental anak.
2. Alur
Alur
atau plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahap-tahap peristiwa
sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu
cerita. Alur dalam cerpen Pelajaran Mengarang itu menggunakan
alur campuran dimana terdapat alur maju dan mundur di dalam cerita tetapi lebih
dominan menggunakan alur mundur karena Sandra selalu membayangkan tentang 3
judul yang di berikan oleh Ibu Guru Tati. Berikut urutan plot dalam novel
ini :
a) Tahap
Awal
Tahapan
awal merupakan tahap perkenalan atau berisi sejumlah informasi penting seperti
penunjukan dan pengenalan latar, seperti nama tempat, suasana alam waktu
kejadiannya dan juga deskripsi fisik perwatakan. Dalam cerpen Pelajaran
Mengarang ini tahapan awal itu dimulai dari murid-murid kelas V SD yang sedang
mengikuti pelajaran mengarang di dalam kelas yang diarahkan oleh Ibu Guru Tati,
Ibu Tati adalah seorang guru yang berkaca mata tebal.
“..Dari balik kaca matanya yang
tebal, Ibu guru Tati memandang 40 anak yang manis yang masa depannya masih
panjang.”
Dan
di dalam cerita ini tokoh Sandra di gambarkan sebagai siswa yang tidak menyukai
pelajaran mengarang, karena sandra selalu mendapatkan kesulitan besar karena ia
benar-benar harus mengarang. Sandra merupakan anak yang terlahir dan memiliki
Ibu yang bekerja sebagai pelacur. Sandra selalu sabar menghadapi sikap Mamanya
karena setiap hari Sandra selalu mendapatkan perilaku yang kasar dari Mamanya
. “..Lewat belakang, anak
jadah, jangan ganggu tamu Mama.”
Sandra
pun selalu dititipkan oleh Mami (yang Sandra anggap sebagai Neneknya), Mami
juga memiliki watak yang pemarah.
“..Jangan rewel anak setan! nanti
kamu kuajak ke tempat ku kerja, tapi awas ya? kamu tidak usah ceritakan apa
yang kamu lihat pada siapa-siapa, ngerti ? Awas!.”
b) Tahap
Tengah
Tahap
tengah adalah tahap dimana menampilkan pertentangan atau konflik,
peristiwa-peristiwa penting mulai dikisahkan dan konflik berkembang semakin runcing.
Kertas yang ada di hadapan Sandra masih terlihat kosong pada menit ke 15,
Sandra masih tidak tahu harus menulis tentang apa. “Keluarga
Bahagia” selama ini yang Sandra tahu dia hanya tinggal bersama dengan
Mamanya tidak ada sosok Papa. Pernah Sandra menanyakan hal itu terhadap Mamanya
tetapi balasanya adalah :
“..Tentu saja punya anak setan!
Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau
jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa Papa! Taik Kucing dengan
Papa!”
“Liburan
ke Rumah Nenek” yang Sandra tahu Nenek dalam benaknya adalah gambaran seorang wanita
tua yang wajahnya penuh dengan kerut yang merias dirinya dengan sapuan warna
tebal. Mami selalu mengajak Sandra ke tempat yang Sandra tidak mengerti yang
dipenuhi dengan wanita-wanita dewasa yang tidak canggung lagi untuk
berpeluk-pelukan sampai lengket.
Tiba
saatnya Sandra menggambarkan “Ibu” yaitu “...gambaran seorang wanita
cantik yang selalu merokok dan mabuk-mabukan dan selalu bangun siang” yang
selalu berkata kasar terhadap Sandra seperti “..Diam, anak Setan!” atau “Bukan urusanmu, Anak Jadah” Mama Sandra juga
sebenarnya seorang yang penyayang.
“...Tentu,
tentu Sandra tahu wanita itu mencintainya. Setiap hari minggu wanita itu
mengajaknya jalan-jalan ke plaza. Di sana Sandra bisa mendapat boneka, baju, es
krim, kentang goreng dan ayam goreng. Dan setiap kali wanita itu selalu
menatapnya dengan penuh cinta.” .
Tetapi
Mamanya tidak selalu berprilaku manis terhadapnya. Sandra lebih sering melihat
Mamanya bertingkah pemarah.
c) Tahap
Akhir
Berisi
bagaimana kesudahan cerita atau menyaran tentang bagaimanakah akhir sebuah
cerita. Di dalam cerpen Pelajaran Mengarang ini kesudahan cerita terletak
pada “..Empat puluh menit lewat
sudah, pelajaran mengarang berlangsung. tetapi belum ada secoret kata pun di
kertas Sandra. Masih putih, bersih, tanpa setitik pun noda.” .Tetapi
beberapa teman Sandra sudah banyak yang mengumpulkan dan sudah berjalan
meninggalkan kelas.
Setelah
waktu habis Ibu Guru Tati menyuruh semua kertas untuk dikumpulkan kedepan.
Kertas Sandra pun Ia selipka di tengah-tengah kertas teman-temanya. Ibu Guru
Tati tidak mengetahui bahwa di kertas putih dalam pelajaran mengarang itu
Sandra hanya menuliskan kata “
“... Ibuku Seorang Pelacur.”
3.
Setting
Setting
adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu,
ruang, suasana, dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar dapat
dibedakan ke dalam tiga unsur pokok: yaitu Tempat, Waktu, dan Suasana.
a) Latar
tempat
· Kelas
“...Ingin
rasanya Ia lari keluar dari kelas.”
“...Ibu
Guru Tati mondar-mandir di depan kelas.”
“...Beberapa
diantaranya sudah selesai dan setelah menyerahkan segera berlari keluar kelas.”
·
Rumah
“..Sandra
mendapatkan gambaran sebuah rumah berantakan.”
“..Ini
titipan si Marti. Aku tak mungkin meninggalkanya sendri di rumah.” “..Di
rumahnya sambil nonto RCTI, Ibu Guru Tati memeriksa pelajaran murid-muridnya.”
· Sekolah
“..Bahkan
ketika Sandra pulang dari Sekolah.”
· Hotel
“..Sandra
tahu, setiap kali pager ini menyebut nama hotel, nomer kamar dan sebuah jam
pertemuan, Ibunya akan pulang terlambat,”
· Plaza
“..Setiap
hari minggu, wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza ini dan plaza itu.”
· Ruang
depan
“..Di
ruang depan, Ia muntah-muntah.”
· Tempat
Tidur atau Ranjang
“..Botol-botol
beresakan di meja bahkan sampai ke tempat tidur.”
“..Ia
juga hanya berbisik malam itu, ketika dipindahkan di kolong ranjang.”
“..Sandra
tak akan pernah mendengar suara lenguhanya yang panjang maupun yang pendek di
atas ranjang.”
b) Latar waktu
60
menit “..Kalian
punya waktu 60 menit.”
10
menit “..Sepuluh menit segera berlalu.”
15 menit “.. Lima belas menit telah berlalu.”
15 menit “.. Lima belas menit telah berlalu.”
20
Menit “..Dua
puluh menit telah berlalu.”
30 menit “..Tiga puluh
menit lewat tanpa permisi.”
·
Malam hari
“..ia pernah terbangun
malam-malam.”
“..Suatu malam wanita
itu pulang merangkak karena mabuk.”
“..Ia juga hanya
berbisik malam itu, ketika terbangun karena dipindahkan ke kolong meja.”
· Hari
Minggu
“..Setiap hari minggu
wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza ini atau plaza itu.”
c) Latar
suasana
· Hening
atau sepi
“..Ibu
Guru Tati memandang anak-anak manis yang menulis dengan kening berkerut.
Terdengar gesekan halus pada pena kertas. Anak-anak itu sedang tenggelam ke
dalam dunianya, pikir Ibu Guru Tati.”
“..Sandra
masih memandang keluar jendela. Ada langit biru diluar sana. Seekor burung
terbang dengan kepakan sayaap yang anggun.”
· Mencekam
Suasana dimana Sandra
merasa takut
“..Sandra
melihat banyak orang dewasa berpeluk-pelukan sampai lengket. Sandra juga
mendengar musik yang keras.”
· Sedih
“..Sandra
pernah terbangun malam-malam melihat wanita itu menangis sendirian, dan wanita
itu menangis sambil memluk Sandra.”
“..
Wanita itu juga tak mengira bahwa Sandra masih terbangun ketika dirinya
terkapar tanpa daya dan lelaki yang memeluknya sudah mendengkur keras sekali.
Wanita itu tak mendengar ketika di kolong ranjang Sandra berbisik
tertahan-tahan “Mama, mama..” Dan pipinya basah oleh air mata.”
· Haru
“..Kadang-kadang
sebelum tidur wanita itu membacakan sebuah cerita dari sebuah buku berbahasa
inggris dengan gambar-gambar berwarna. Selesai membacakan cerita wanita itu
akan mencium Sandra dan selalu memintanya berjanji manjadi anak baik-baik.”
· Senang
atau gembira
“..Setiap
hari minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza ini atau itu. Disana
Sandra bisa mendapat boneka, baju, es krim, kentang goreng, dan ayam goreng.”
· Resah
“..Lima
belas menit telah berlalu. Sandra tak mengeti apa yang harus dibayangkanya
tentang sebuah keluarga yang berbahagia.”
4. Tokoh
dan Penokohan
Tokoh
adalah individu ciptaan atau rekaan
pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakukan dalam berbagai
peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, dapat pula berwujud
binatang atau benda yang diinsankan. Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita,
tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Sedangkan
yang dimaksud penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra
tokoh. Dalam cerpen Pelajaran Mengarang ini terdapat 5 tokoh yaitu :
Sandra, Bu Guru Tati, Marti (Mama Sandra), Mami, dan anak-anak kelas V SD
(teman-teman Sandra). Analisis masing-masing tokoh tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Sandra
Sandra
merupakan seorang anak kelas V SD yang berumur 10 tahun yang terlahir sebagai
anak seorang pelacur. Karakter Sandra aalah pendiam, lugu, sabar, patuh,
penurut dan dia sangat sabar menghadapi sikap Mamanya.
“..Tapi Sandra 10 tahun,
belum menulis sepatah kata pun di kertasnya.”
“...Sandra selalu belajar untuk
menepati janjinya dan ia memang menjadi anak yang patuh.”
Tetapi Sandra juga membenci Ibu
Tati.
“...Sandra memandang Ibu Guru Tati
dengan benci, Setiap kali tiba saatnya pelajaran mengarang, Sandra selalu
merasa mendapat kesulitan besar, karena ia harus betul-betul mengarang”.
2. Ibu
Guru Tati
Ibu
Guru Tati adalah guru Sandra di kelas V SD, Ibu Guru Tati seorang guru yang
selalu memberikan materi tentang pelajaran mengarang yang dibenci oleh Sandra.
Ibu Guru Tati pun seorang guru yang sabar, berkacamata tebal dan belum
berkeluarga.
“...Dari balik kacamatanya yang
tebal, Ibu Guru Tatni memandang 40 anak yang manis”.
“...Di rumahnya, sambil menonton
RCTI, Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa pekerjaan murid-muridnya”.
3. Marti
(Mama Sandra)
Marti
ini adalah Ibu Sandra yanng bekerja sebagai seorang pelacur, dia sangat cantik
tetapi sering merokok dan mabuk-mabukan. Sifatnya dia adalah pemarah, tetapi
juga sebenarnya ia memiliki rasa penyayang terhadap Sandra tetapi tidak setiap
harinya juga Ia bersifat manis terhadap Sandra.
“...Tiga puluh menit lewat tanpa
permisi. Sandra mencoba berfikir tentang “Ibu”. Apakah ia akan menulis tentang
ibunya? Sandra melihat seorang wanita yang cantik. Seorang wanita yang selalu
merokok, selalu bangun siang, yang kalau makan selalu pakai tangan kanana dan
kaki kananya selalu naik keatas kursi.”
“...Tentu saja punya, Anak Setan!
Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa
kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan
Papa!.”
“...Tentu saja Sandra tahu wanita
itu mencintainya. Setiap hari minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke
plaza ini atau plaza itu. Di sana Sandra bisa mendapat boneka, baju, es krim,
kentang goreng, dan ayam goreng. Dan setiap kali makan wanita itu selalu
menatapnya dengan penuh cinta dan seperti tidak puas-puasnya. Wanita itu selalu
melap mulut Sandra yang belepotan es krrim sambil berbisik, “Sandra,
Sandra...”Kadang-kadang Sebelum tidur wanita itu membacakan sebuah cerita dari
sebuah buku berbahasa inggris dengan gambar-gambar berwarna. Selesai membacakan
sebuah cerita wanita itu akan mencium Sandra dan selalu memintanya untuk
berjanji menjadi anak baik-baik .
4. Mami
Mami
ini adalah seorang wanita yang wajahnya penuh keriput dan selalu merias dirinya
dengan sapuan warna yang tebal
“...Sandra mencoba berfikir tentang
sesuatu yang mirip dengan “Liburan Ke Rumah Nenek” dan yang masuk ke dalam
benaknya adalah seorang wanita dengan wajah penuh kerut yang merias dirinya
dengan sapuan warna yang serba tebal. Merah itu sangat tebal pada pipinya.
Hitam itu sangat tebal pada alisnya. Dan wangi itu sangat memabukkan Sandra”.
Mami
ini juga adalah orang yang dianggap Sandra sebagai Nenek, padahal Mami ini
seorang germo atau mucikari. Sifat Mami ini adalah kasar, pemarah dan juga dia
selalu mengancam Sandra.
“...Jangan Rewel Anak Setan! Nanti
kamu kuajak ke tempat kerja, tapi awas, ya? Kamu tidak usah ceritakan apa yang
kamu lihat pada siapa-siapa, ngerti ? Awas!”.
“...Ini titipan si Marti. Aku tidak
ingin meninggalkannya sendirian di rumah. Diperkosa orang malah repot nanti.”
5. Anak-anak
kelas V SD
Teman-teman
Sandra tidak terlalu banyak diceritakan, tetapi Ibu Guru Tati memandang
Anak-anak keas V SD itu atau murid-muridnya mengalami masa kanak-kanak yang
indah.
“...Di rumahnya sambil nonton RCTI,
Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa pekerjaan murid-muridnya.
Setelah membaca separo dari tumpukan karangan itu, Ibu Guru Tati berkesimpulan,
murid-muridnya mengalami masa kanak-kanak yang indah.”
5.
Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara memandang penulis dalam
menempatkan dirinya pada posisi tertentu dalam cerita novel tersebut. dalam
sebuah novel, sudut pandang terbagi menjadi dua, yaitu Sudut pandang orang
pertama dan Sudut pandang orang ketiga.
Sudut
pandang yang digunakan dalam cerpen Pelajaran Mengarang adalah orang
ketiga serba tahu, diamana pengarang sama sekali tidak ikut berperan dalam
cerpen, namun dapat menceritakan dan menggambarkan dengan jelas situasi
perasaan yang dimiliki pelaku. Penyebutan nama atau kata ganti “Ia, dia,
mereka” merupakan sudut pandang orang ketiga.
“...Sepuluh menit segera berlalu.
Tapi Sandra, 10 tahun, belum menulis sepatah kata pun di kertasnya. Ia
memandang keluar jendela. Ada dahan bergetar di tiup angin kencang. Ingin
rasanya Ia lari keluar dari kelas, meninggalkan kenyataan yang sedang bermain
di kepalanya.”
6. Gaya
Bahasa
Gaya bahasa adalah teknik pengolahan bahasa oleh
pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup dan indah.Pengolahan
bahasa harus didukung oleh diksi (pemilihan kata) yang tepat. Gaya bahasa dalam
cerpen Pelajaran Mengarang yaitu :
a) Hiperbola
“...Anak-anak kelas V menulis
dengan kepala hampir menyentuh meja”.
Kutipan
di atas menunjukan gaya bahasa hiperbola atau melebih-lebihkan, seperti pada
menulis dengan kepala hampir menyentuh meja, seharusnya cukup ditulis dengan
anak-anak itu menulis dengan serius.
b) Sarkasme
“...Tentu saja punya, Anak Setan!
Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa
kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan
Papa!”
Dari
kutipan diatas penyebut Anak Setan dan Taik Kucing menunjukkan kekasaran dalam
berbahasa, bahasa yang seharusnya tidak diucapkan untuk memaki. Meskipun gaya
bahasa yang digunakan bersifat Hiperbola dan Sarkasme namun mayoritas gaya
bahasa yang digunakan dalam menyampaikan gagasan dan ide pengarang bersifat
lugas dan jelas, sehingga semua yang membaca dapat memahami isi cerita
tersebut.
7.Amanat
Amanat
yang terkandung dalam cerpen Pelajaran Mengarang adalah bagaimana
kita seharusnya bisa merawat anak dengan baik, kalau memang Orang Tua itu sudah
terlanjur masuk ke dalam dunia yang tidak baik tetapi Orang Tua itu akan
berfikir jangan sampai anak kita juga bernasib sama seperti Orang Tuanya.
Memang Tekanan batin sangat dialami oleh Sandra tetapi seburuk-buruknya seorang
Ibu dia tetaplah Ibu kita yang menyayangi kita dan melahirkan kita. Sikap yang
ditunjukan Sandra adalah selalu patuh terhadap Ibunya walaupun tidak dipungkiri
Ia sering mendapatkan kata-kata dan juga perlakuan kasar dari Ibunya.
Banyak
nilai moral yang harus di petik dalam cerpen ini, seperti :
“...Berjanjilah pada Mama, kamu
akan jadi wanita baik-baik.”
dalam
kutipan ini Mama Sandra menyuruh Sandra agar menjadi wanita yang baik yang
tidak seperti Mamanya karena Mamanya tidak ingin kelak Sandra menjadi seperti
dirinya, yang hidup di kehidupan malam yang penuh dengan musik-musik keras dan
selalu di tonton dengan berjuta pasang mata lelaki.
ANALISIS CERPEN “DEMI
ANAKKU, AKU RELA MENJADI PELACUR” KARYA AUDA ZASCHKYA
SINOPSIS
Dalam cerpen ini menceritakan
perjuangan seorang Ibu untuk anaknya yang bernama Dini yang menginjak usia 14
tahun duduk di bangku SMP kelas 3. Dengan berbagai konflik rumah tangga, Ibu
Dini bersusah payah melanjutkan kehidupan dan membiayai sekolah Dini dengan
cara apapun, dengan sangat terpaksa Mariya terjun ke lubang porstitusi untuk
menyambung roda hidupnya. Selama puluhan tahun Dini sama sekali tidak
mengetahui pekerjaan ibunya tersebut, meskipun ia mencoba untuk bertanya kepada
ibunya, tetapi hasilnya tidak jua ia menemukan jawabannya, karena ibunya
menyimpan rapat-rapat pekerjaan tersebut.
Mariya mempunyai harapan yang tinggi
untuk Dini. Ia ingin Dini hidup layak dan dihargai oleh semua orang tanpa
sedikitpun meniru gaya hidup Mariyah yang kelam. Mariyah selalu mendoakan Dini
agar masa depannya tidak hancur dan dosa mariyah semoga dapat diampuni oleh
Allah.
1. Tema
Tema dalam cerpen ini adalah
mengenai Kehidupan Sosial yang dialami oleh satu keluarga yang dimana seorang
Ibunya itu bekerja sebagai seorang pelacur demi masa depan anaknya yang duduk
di bangku SMP kelas 3.
2. Alur
Alur
dalam cerpen ini menggunakan alur campuran dimana terdapat alur maju dan
mundur di dalam cerita tetapi lebih dominan menggunakan alur mundur karena
Mariya sering membayangkan kejadian-kejadian masa lalunya.
Pekerjaan ini telah kugeluti selama 15 tahun, entah berapa
banyak lelaki yang menjamahku. Aku tak ingin lagi begini.
3. Setting
a) Latar
tempat
· CafĂ©
setiap malam melakukan pekerjaan
hanya sebagai pelayan cafe.
·
Hotel
Tak jarang, hotel tempat aku
bermandikan hasrat bersama seorang pria
· Rumah
b) Latar
waktu
·
Malam hari
Aku adalah primadona di Cafe ini.
Awalnya aku yang kini berusia 30 tahun ini setiap malam melakukan pekerjaan
hanya sebagai pelayan cafe.
Malam ini kuputuskan untuk
beristirahat saja di rumah bersama Dini.
Sering aku menangis di malam hari,
menyesali nasibku yang harus terjun ke lembah prostitusi ini.
c) Latar
suasana
· Sedih
Sering aku menangis di malam hari,
menyesali nasibku yang harus terjun ke lembah prostitusi ini
· Kesal
Aku kembali menjajakan diri, menjadi
kupu-kupu malam demi tumpukan rupiah untuk Robi, suamiku.
Aku benar-benar marah. Aku
berteriak-teriak hingga mereka bangun dan memakai pakaian mereka.
4. Tokoh dan penokohan
a) Mariya
Mariya ini adalah Ibu
Dini yanng bekerja sebagai seorang pelacur, dia terjun menjadi kupu-kupu malam
demi kehidupan anaknya, karena sejak suaminya sudah tidak bertanggung jawab menjadi
kepala keluarga lagi. Tetapi Mariya mempunyai jiwa yang penyayang terhadap
anaknya, sehingga masa depan anaknya itu lebih penting.
Dini adalah satu-satunya harta
terindah yang dianugerahkan Tuhan untukku. Demi putriku, aku rela mencari uang
demi kebahagiaannya, demi memenuhi kebutuhannya walaupun aku harus menjual
tubuhku di malam hari.
b) Dini
Merupakan anak Mariya yang cantik dan mempunyai semangat
untuk pendidikannya.
Aku adalah seorang ibu dari Putri
cantikku yang berumur 14 tahun, Dini namanya.
jangan lama ya bu, Dini harus bayar
uang sekolahnya minggu depan, kalau nggak bayar segera, Dini gak bisa ikut UN
bu”,
c) Robi
Suami Mariya yang jahat dan tidak mempunyai tanggungjawab
sebagai kepala keluarga.
Robi yang menikahiku dan menjualku
dipinggir jalan 15 tahun silam. Kalau aku tak mau, Robi memukulku. Aku
sempat berhenti melakukan pekerjaan itu ketika mengandung Dini.
5. Sudut Pandang
Sudut
pandang yang digunakan dalam cerpen ini adalah orang pertama dalam
cerita, dimana pengarang ikut berperan dalam cerpen, dan menceritakan
konflik-konflik yang terjadi dengan jelas. Sering dijumpai kata “aku” sebagai
ciri pengarang berada dalam cerita.
Aku
adalah primadona di Cafe ini. Awalnya aku yang kini berusia 30 tahun ini setiap
malam melakukan pekerjaan hanya sebagai pelayan cafe. Namun keadaan memaksa,
hingga aku pun sering menemani tamu di cafe itu sampai di hotel-hotel seputaran
kota.
6. Gaya bahasa
a) Metafora
Aku kembali menjajakan diri, menjadi kupu-kupu malam demi tumpukan rupiah
Kupu-kupu malam dalam arti yang sebenarnya yaitu wanita
penghibur di malam hari.
7. Amanat
Amanat dalam cerpen ini yaitu
hendaknya seorang ibu tetap dalam koridor memperhatikan aspek kehalalan dari
hasil mencari nafkahnya, karena itu berhubungan langsung dengan masa depan
anaknya.
ANALISIS CERPEN
Dekonstruksi dalam Cerpen “Pelajaran Mengarang”
Cerpen
“Pelajaran Mengarang” merupakan cerpen yang sarat dengan nilai moral terhadap
pembaca atau masyarakat. Dalam hal ini Seno selaku pengarang menghadirkan sosok
seorang wanita penghibur yang sangat keras gaya hidupnya hal ini dikarenakan
kenangan masa lalunya yang kelam, tetapi masih mempunyai rasa kasih sayang
terhadap anaknya sehingga ia mempunyai harapan agar anaknya tidak meniru
seperti ibunya. Hal tersebut dapat diamati dari kutipan berikut.
“Tentu saja
punya, Anak Setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu
ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik
Kucing dengan Papa!”Selesai membacakan cerita wanita itu akan mencium Sandra dan selalu memintanya berjanji menjadi anak baik-baik.
“Berjanjilah pada Mama, kamu akan jadi wanita baik-baik, Sandra.”
“Seperti Mama?”
“Bukan,
bukan seperti Mama. Jangan seperti Mama.”
Jadi, Pengarang dalam sebuah cerpen ini tidak hanya menyampaikan nilai intrinsik dan
ekstrinsik yang dapat dikaji oleh pembaca, melainkan cerita yang tergambarkan
secara garis besar yaitu seorang perempuan yang berjuang untuk kelanjutan
hidupnya, meskipun jalan yang dipilih bukanlah yang dia inginkan, melainkan
kondisi yang memaksanya untuk berbuat seperti itu. Dekontruksi cerpen ini terletak bahwa
kenyataannya seorang pelacur tidak harus menjadikan anaknya sebagai pelacur
juga, tetapi mereka masih memperhitungkan masa depan anaknya yang lebih baik,
tidak seperti yang dialami oleh orang tuanya.
Dekonstruksi dalam Cerpen “Demi Anakku, Aku Rela Menjadi
Pelacur”
Sepaham
dengan cerpen pelajaran mengarang yang juga identik dengan cerita seorang ibu
dalam memperjuangkan kehidupan anaknya dengan cara menjual diri agar masa depan
anaknya lebih baik tidak seperti yang dialami oleh ibunya. Cerita ini lebih
didominasi tokoh Ibu yang menceritakan konflik-konflik yang terjadi di dalam
cerita tersebut. Tokoh Ibu mempunyai semangat juang yang tinggi untuk anaknya,
walaupun jalan yang dipilih untuk mencari nafkah yaitu menjadi kupu-kupu malam.
Meskipun demikian, seorang ibu tersebut masih memikirkan masa depan anaknya
yang baik, yang tidak sama dengan masa kelamnya. Hal ini dapat dibuktikan dari
kutipan di bawah ini.
cerita anakku di suatu malam ketika ia sedang
memijatku. “maafkan ibu, ibu belum punya uang sekarang sayang, Dini sabar
dulu ya nak. Besok ibu masuk kerja”, kataku. “jangan lama ya bu, Dini harus
bayar uang sekolahnya minggu depan, kalau nggak bayar segera, Dini gak bisa
ikut UN bu”, tambahnya. Sungguh perih hatiku saat itu, hingga aku bertekad
untuk segera sembuh agar bisa “dinas” lagi besok malam.
Aku telah bertekad, suatu saat aku akan berhenti dari
pekerjaan ini. Dengan sedikit uang tabunganku, aku berharap dapat membuka
warung kecil di rumahku. Aku tak ingin lagi menjajakan diri. Aku ingin dirumah
saja agar dapat lebih memperhatikan Dini yang akan masuk SMA nanti. Aku tak mau
masa depannya hancur sepertiku. Semoga Tuhan mengabulkan do’a dan mengampuni
diriku yang telah bergelimangan dosa ini. Amin.
Dengan demikian, dekontruksi yang
terdapat dalam cerpen ini sama halnya dengan cerpen “pelajaran mengarang” bahwa
cerita yang secara garis besar dapat di tangkap melalui rangkaian cerita yang
sudah tergambar dengan jelas, melainkan disisi makna lain terdapat pemahaman
yang lain yaitu seorang pelacur tidak harus menjadikan anaknya juga sebagai
pelacur, melainkan mereka masih mempunyai hati nurani untuk masa depan anak-anaknya.
ANALISIS
PERBANDINGAN
Identifikasi
Titik Mirip
Salah satu yang dicari dalam studi
sastra bandingan adalah afinity
(pertalian atau kesamaan). Kesamaan atau kemiripan kedua cerpen yang telah
dianalisis bukan dilihat dari segi struktur, karena memang secara struktur
kedua cerpen ini dihadirkan secara berbeda, baik itu cerita, penokohan dan
sebagainya. Identifikasi titik mirip dalam kajian ini menggunakan metode
dekonstruksi yang kemiripan-kemiripannya lebih dikhususkan pada nilai moral
yang ingin disampaiakan oleh pengarang. Kedua pengarang ini sama-sama
menggunakan gaya cerita seorang pelacur yang mempertahankan kelanjutan hidupnya
dan masa depan anak-anaknya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pengarang
senada dalam hal cara menyampaikan ide.
Berbicara mengenai ide, cerpen dari kedua pengarang ini pun memiliki
kesamaan yakni sama-sama membahas permasalahan yang terjadi pada kehidupan
seorang pelacur dalam mempertahankan roda kehidupannya. Selain itu, maksud yang
ingin disampaikan pengarang juga dinilai memiliki kemiripan sebagai media
nilai-nilai moral yang ingin disampaikan oleh pengarang.
Perbandingan
Titik Mirip
Perbandingan selanjutnya diarahkan
pada pemakaian teori dekonstruksi
Derrida, yakni di dalam sebuah teks ada teks lain yang menunjukkan agenda
tersembunyi yang dapat dibongkar. Pengarang memiliki maksud lain dari sekadar
menyuguhkan sebuah cerita yang memang tertera secara nyata di dalam teks sebuah
karya sastra. Maksud lain dari penceritaan dalam cerpen “Pelajaran Mengrang” dan
“Demi anakku, Aku Rela Menjadi Pelacur” adalah mengajak pembaca untuk lebih
peka dan memahami terhadap permasalah
yang terjadi pada seorang pelacur. Tidak semua pelacur itu mempunyai hati
nurani yang keji, melainkan mereka juga mempunyai hati nurani untuk berfikir
demi masa depan keluarganya, ataupun anaknya.
Di era globalisasi ini, seiring perkembangan zaman dan
meningkatnya kebutuhan hidup, menjadikan seorang yang mempunyai pekerjaan
kupu-kupu malam sering berpengaruh juga terhadap keturunannya, secara tidak
langsung perilaku keseharian orang tua terkadang mempengaruhi perilaku anaknya
tersendiri, karena anak sering kali menyontoh perilaku orang tua secara tidak
disengaja.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut ini.
1. kedua pengarang sama-sama memilih objek cerita
kupu-kupu malam sebagai bahan tulisannya.
2. Ide yang menjadi dasar penceritaan
masing-masing karya memiliki kemiripan yaitu ingin menyampaikan nilai-nilai
moral yang terkandung dalam cerpen tersebut.
3. Secara dekonstruksi dapat dilihat
kemiripan maksud pengarang dari sisi lain yaitu bahwa seorang pelacur tidak
harus menjadikan ananknya sama seperti orang tuanya yang menjadi pelacur.
DAFTAR PUSTAKA
Ajidarma,
Seno Gumira. 2011. “Pelajaran Mengarang”. (Online) http://cerpenkompas.wordpress.com/2011/10/09/pelajaran
mengarang/. Diakses 18 Oktober 2013.
Zaschkya, Auda. 2013. “Demi Anakku, Aku Rela Menjadi Pelacur”. (Online) http://kumpulanfiksi.wordpress.com/2013/03/01/demi-anakku-aku-rela-menjadi-pelacur-cerpen-auda-zaschkya/
.
Norris,
Christopher. 2003. Membongkar Teori
Dekonstruksi Jacques Derrida (Terjemahan Inyiak Ridwan Muzir). Yogyakarta:
Arruz Media.