Rabu, 30 Oktober 2013

ANALISIS PERBANDINGAN DEKONTRUKSI DALAM CERPEN “PELAJARAN MENGARANG” KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA DAN “DEMI ANAKKU, AKU RELA MENJADI PELACUR” KARYA AUDA ZASCHKYA


Abstak: Dekonstruksi adalah metode membaca teks sangat
hati-hati sehingga perbedaan penemuan konseptual oleh penulis yayasan teks tampak konsisten dan paradoks untuk penggunaan konsep dalam teks secara keseluruhan. Kehadiran dekonstruksi telah memungkinkan teks untuk memiliki multi makna. Teks sastra dipandang sebagai sangat kompleks. Seno dan Auda mempunyai pemahaman berbeda mengenai perwujudan seorang yang bekerja di lembah prostitusi, sehingga membuat cerpen mereka menjadi lebih menarik. Sebagai objek dekonstruksi, kedua cerpen ini sarat akan unsur pesan moral yang hendak disampaikan oleh masing-masing pengarang, tetapi dengan teknik jalan penceritaan yang berbeda.
            Kata Kunci: dekontruksi, prostitusi, cerpen.
PENDAHULUAN
Karya sastra terlahirkan dari proses kreatif disetiap pengarang yang telah menghasilkan sebuah karya sastra. Disetiap proses kreatif itulah dipercaya adanya sentuhan kenyataan yang dimasukkan oleh pengarang dikarya sastranya dan atau bahkan karya sastra yang berhasil di tulisnya merupakan wujud kekreativitasannya atas inovasi dari karya sastra lainnya, adanya interpretasi dari karya sastra lainnya. Sehingga memang dibutuhkan adanya satu upaya yang dapat memudahkan seorang pembaca untuk memahami karya sastra yang dibacanya. Berbagai teori yang dapat kita pilih untuk mengapresiasi sebuah karya sastra. Salah satu teori yang dapat kita pergunakan adalah teori dekonstruksi. Tidak sembarang karya sastra dapat diterapkan teori dekonstruksi untuk mengapresiasinya.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pada Era modernisasi, keberadaan sastra dan perkembangan sastra berkembang begitu pesat. Perkembangan tersebut memicu munculnya sebuah teori sastra yang dirasa mengalami perkembangan pula. Perkembangan teori akan memunculkan kritik sastra yang semakin berkembang dan meluas. Sebuah karya sastra sangatlah erat hubungannya dengan kehidupan manusia, karena sastra dibuat tidak lepas dari unsur kemanusiaan dan kehidupan disekitar manusia yang membangun keutuhan sastra tersebut.
Pada kenyataannya selama ini dalam membaca teks karya sastra, kita sering atau kita masih berpandangan satu arah saja dengan mengikuti pendapat atau kesimpulan yang telah dikonvensionalkan serta cepat menyimpulkan pemaknaan cerita dengan hanya membaca serta menelaah teks secara umum. Pada masa post-moderbisasi, pandangan-pandangan seperti demikian tidaklah diinginkan dalam pembacaan karya sastra, kita dituntut untuk lebih kritis dalam membaca karya sastra, sehingga muncullah metode-metode pembacaan teks seperti dekonstruksi.
Dalam Wikipedia Indonesia, dekonstruksi merupakan sebuah metode pembacaan teks. Dalam hal ini dekonstruksi menolak pandangan bahwa bahasa memiliki makna yang pastry, tertentu, serta konstan sebagaimana halnya pandangan strukturalisme klasik. Tidak ada ungkapan atau bentuk-bentuk kebahasaan yang bermakna tertentu dan pasti. Hal ini yang menjadikan paham dekonstruksi sebagai ciri utama teori post-strukturalisme. Dengan menggunakan metode dekonstruksi dalam membaca teks atau sebuah karya sastra diharapkan kita bisa melihat fakta-fakta lain dalam teks karya sastra, sehingga tidak ada kemutlakan dalam memaknai karya sastra dan menghilangkan anggapan-anggapan yang sifatnya absolut serta menemukan hal-hal baru yang pada awalnya terabaikan.
Seno Gumira Ajidarma dan Auda Zaschkya di dunia kesusastraan khususnya cerpen, tulisannya hampir semua dikenal oleh masyarakat. Seno dan Auda merupakan pengarang cerpen yang sudah memiliki banyak karya terkenal yang ditebitkan di media elektronik maupun media cetak. Kedua pengarang ini sama-sama sering menghadirkan tulisan sebagai media kritik sosial ataupun sarat akan nilai-nilai moral yang ingin disampaikan oleh pengarang. Dari segi kesamaan pemahaman inilah yang menimbulkan kemenarikan dari sebuah penelitian.
            Secara garis besar, alasan pemilihan bahan kajian ini dikaitkan dengan latar belakang kedua pengarang yangmempunyai pemahaman serta konsep cerita yang sama dalam menuangkan cerita pendek sebagai media untuk menyampaikan nilai-nilai moral dalam masyarakay. Tentunya tidak menutup kemungkinan apabila antara satu sama lain saling memberi pengaruh dalam kepenulisan cerpennya. Oleh karena itu, penulis meyimpulkan judul tulisannya yaitu “Analisis Perbandingan Dekontruksi Dalam Cerpen “Pelajaran Mengarang” Karya Seno Gumira Ajidarma Dan “Demi Anakku, Aku Rela Menjadi Pelacur” Karya Auda Zaschkya”.

PENDEKATAN DEKONTRUKSI
Istilah dekonstruksi dikemukakan oleh Jacques Derrida, seorang filusuf Perancis yang lahir di Aljazair pada tahun 1930. Dekonstruksi pada awalnya adalah cara atau metode membaca teks. Adapun yang khas dalam cara baca dekonstruktif, sehingga pada perjalanannya selanjutnya dia sangat bermuatan filosofis adalah unsur-unsur yang dilacaknya untuk kemudian dibongkar, pertama-tama bukanlah inkonsistensi logis, argumen yang lemah, ataupun presmis yang tidak akurat yang terdapat dalam teks, sebagaimana yang biasanya dilakukan pemikiran modernisme, melainkan unsur yang secarafilosofis menjadi penentu atau unsur yang memungkinkan teks tersebut menjadi filosofis (Norris, 2003: 12).
Tujuan yang diinginkan metode dekonstruksi ialah menunjukkan ketidakberhasilan upaya penghadiran kebenaran absolut. Ia berusaha menelanjangi agenda tersembunyi yang mengandung banyak kelemahan dan kepincangan di balik teks-teks. Langkah-langkah dekonstruksi terbagi manjadi tiga sebagai berikut. Pertama, mengidentifikasi hierarki oposisi dalam teks di mana biasanya terlihat peristilahan mana yang diistimewakan secara sistematis dan yang mana yang tidak. Kedua, oposisi-oposisi itu dibalik dengan menunjukkan adanya saling ketergantungan di antara yang saling bertentangan atau privilisenya dibalik. Ketiga, memperkenalkan sebuah istilah atau gagasan baru yang ternyata tidak bisa dimasukkan ke dalam kategori oposisi lama.
            Cara baca Derrida atas teks-teks filosofis adalah cara yang hendak melacak struktur dan strategi pembentukan makna di balik tiap teks itu, antara lain dengan jalan membongkar sistem perlawanan-perlawanan utama yang tersembunyi di dalamnya. Pembacaan dekonstruktif lalu hendak menunjukkan ketidakberhasilan ambisi filsafat untuk lepas dari tulisan, yaitu menunjukkan agenda tersembunyi yang mengandung banyak kelemahan dan kepincangan di balik teks-teks. Oleh karena itu, Derrida meyakini bahwa di balik teks filosofis yang terdapat bukanlah kekosongan, melainkan sebuah teks lain. Suatu jaringan keragaman kekuatankeuatan yang pusat referensinya tidak jelas.

ANALISIS CERPEN PELAJARAN MENGARANG SENO GUMIRA AJIDARMA
SINOPSIS
Dalam cerpen Pelajaran Mengarang ini, karya Seno Gumira Ajidarma menceritakan tentang seorang anak perempuan bernama Sandra berusia 10 tahun yang duduk di bangku kelas V SD Sandra sangat membenci pelajaran mengarang yang diajarkan oleh Ibu Guru Tati. Ibu Guru Tati memberikan 3 pilihan Judul kepada 40 anak muridnya, Sandra merasa teman-temanya tidak memiliki kendala apa pun dalam mengarang tetapi tidak bagi dirinya, Sandra merasa dia harus benar-benar mengarang karena dalam kenyataannya dia memang tidak mengalami kejadian yang sesuai dengan ke tiga Judul tersebut.
Sandra pun mulai memikirkan apa yang ada di benaknya tentang ketiga judul tersebut dimulai dari Keluarga yang Berbahagia, dia merasa keluarga yang bahagia ini tidak ada di dalam keluarganya dia hanya hidup dengan Mamanya tidak ada Papa di dalam kehidupnnya, Sandra pernah menanyakan hal itu terhadap Mamanya tetapi yang didapat hanyalah bentakan dan cacian dari Mamanya. Sandra pun mulai berpikir lagi mengenai Liburan ke Rumah Nenek dan yang masuk kedalam gambaranya hanyalah seorang wanita yang wajahnya penuh kerut yang selalu menghias dirinya dengan sapuan wajah yang sangat tebal, orang-orang memanggilnya dengan sebuta Mami, seorang yang berprilaku kasar terhadap Sandra yang sering mengajak Sandra ke tempat yang Sandra tak mengerti.
Sandra pun mulai berpikir tentang Ibu, seorang wanita cantik yang selalu merokok dan mabuk-mabukan yang selalu membentak dan memarahi Sandra tetapi sebenarnya Mama Sandra ini memiliki rasa penyayang terhadap Sandra dan memiliki prilaku yang manis, tetapi tak selalu Mamanya itu berprilaku manis terhadap Sandra, Sandra sering melihatnya bertingkah laku lain.
Waktu mengarang pun telah habis, Kertas yang tadi hanya dipandangi oleh Sandra yang masih putih tidak terkena noda, sekarang sudah Sandra tuliskan sepotong kalimat yang berisi :
Ibuku Seorang Pelacur...
Unsur Intrinsik
1. Tema
Tema merupakan ide yang mendasari suatu cerita. Tema terbentuk dari sejumlah ide, tendens, motif, atau amanat yang sama, yang tidak bertentangan sama dengan yang lainnya.Tema dinyatakan secara tidak terus terang meskipun ada dan dirasakan oleh pembaca. Tema tidak lain merupakan ide pokok , ide sentral atau ide yang dominan dalam karya sastra.(Sugiarti, 2002:37-38)
Tema dalam cerpen Pelajaran Mengarang adalah mengenai Kehidupan Sosial yang dialami oleh satu keluarga yang dimana seorang Ibunya itu bekerja sebagai seorang pelacur dan anaknya baru duduk di bangku kelas V SD. Cerpen ini juga mengisahkan bahwa keadaan sosial atau pekerjaan dan lingkungan keluarga sebagai faktor utama dalam pembentukan dasar karakter seorang anak.

 “..Ketika berpikir tentang keluarga kami yang bahagia, Sandra hanya mendapatkan gambaran sebuah rumah yang berantakan. Botol-botol dan kaleng-kaleng minuman yang kosong berserakan di meja, di lantai, bahkan sampai ke atas tempat tidur. Tumpahan bir berceceran di atas kasur yang sepreinya terseret entah ke mana. Bantal-bantal tak bersarung. Pintu yang tak pernah tertutup dan sejumlah manusia yang terus menerus mendengkur, bahkan seketika sandra pulang dari sekolah.”
“Lewat belakang, anak jadah, jangan ganggu tamu Mama!.”
Kutipan diatas menunjukan bagaimana Sandra dapat menulis karangan tentang kebahagiaan keluarga, jika kehidupan sehari-hari yang Ia alami sama sekali tidak menunjukan kebahagiaan yang semestinya diciptakan dalam lingkungan keluarga. Keadaan rumah yang berantakan dengan benda-benda yang tidak seharusnya ia jumpai di masa anak-anak sehingga ia tidak mempunyai keluarga yang harmonis, hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mental anak.
2.    Alur
Alur atau plot adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahap-tahap peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. Alur dalam cerpen Pelajaran Mengarang itu menggunakan alur campuran dimana terdapat alur maju dan mundur di dalam cerita tetapi lebih dominan menggunakan alur mundur karena Sandra selalu membayangkan tentang 3 judul yang di berikan oleh Ibu Guru Tati. Berikut urutan plot dalam novel ini :
a)   Tahap Awal
Tahapan awal merupakan tahap perkenalan atau berisi sejumlah informasi penting seperti penunjukan dan pengenalan latar, seperti nama tempat, suasana alam waktu kejadiannya dan juga deskripsi fisik perwatakan. Dalam cerpen Pelajaran Mengarang ini tahapan awal itu dimulai dari murid-murid kelas V SD yang sedang mengikuti pelajaran mengarang di dalam kelas yang diarahkan oleh Ibu Guru Tati, Ibu Tati adalah seorang guru yang berkaca mata tebal.
“..Dari balik kaca matanya yang tebal, Ibu guru Tati memandang 40 anak yang manis yang masa depannya masih panjang.”
Dan di dalam cerita ini tokoh Sandra di gambarkan sebagai siswa yang tidak menyukai pelajaran mengarang, karena sandra selalu mendapatkan kesulitan besar karena ia benar-benar harus mengarang. Sandra merupakan anak yang terlahir dan memiliki Ibu yang bekerja sebagai pelacur. Sandra selalu sabar menghadapi sikap Mamanya karena setiap hari Sandra selalu mendapatkan perilaku yang kasar dari Mamanya
. “..Lewat belakang, anak jadah, jangan ganggu tamu Mama.”
Sandra pun selalu dititipkan oleh Mami (yang Sandra anggap sebagai Neneknya), Mami juga memiliki watak yang pemarah.
“..Jangan rewel anak setan! nanti kamu kuajak ke tempat ku kerja, tapi awas ya? kamu tidak usah ceritakan apa yang kamu lihat pada siapa-siapa, ngerti ? Awas!.”

b)   Tahap Tengah
Tahap tengah adalah tahap dimana menampilkan pertentangan atau konflik, peristiwa-peristiwa penting mulai dikisahkan dan konflik berkembang semakin runcing. Kertas yang ada di hadapan Sandra masih terlihat kosong pada menit ke 15, Sandra masih tidak tahu harus menulis tentang apa. “Keluarga Bahagia” selama ini yang Sandra tahu dia hanya tinggal bersama dengan Mamanya tidak ada sosok Papa. Pernah Sandra menanyakan hal itu terhadap Mamanya tetapi balasanya adalah :
“..Tentu saja punya anak setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa  belum tentu ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa Papa! Taik Kucing dengan Papa!”
“Liburan ke Rumah Nenek” yang Sandra tahu Nenek  dalam benaknya adalah gambaran seorang wanita tua yang wajahnya penuh dengan kerut yang merias dirinya dengan sapuan warna tebal. Mami selalu mengajak Sandra ke tempat yang Sandra tidak mengerti yang dipenuhi dengan wanita-wanita dewasa yang tidak canggung lagi untuk berpeluk-pelukan sampai lengket.
Tiba saatnya Sandra menggambarkan “Ibu” yaitu “...gambaran seorang wanita cantik yang selalu merokok dan mabuk-mabukan dan selalu bangun siang” yang selalu berkata kasar terhadap Sandra seperti “..Diam, anak Setan!” atau “Bukan urusanmu, Anak Jadah” Mama Sandra juga sebenarnya seorang yang penyayang.
“...Tentu, tentu Sandra tahu wanita itu mencintainya. Setiap hari minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza. Di sana Sandra bisa mendapat boneka, baju, es krim, kentang goreng dan ayam goreng. Dan setiap kali wanita itu selalu menatapnya dengan penuh cinta.” .
Tetapi Mamanya tidak selalu berprilaku manis terhadapnya. Sandra lebih sering melihat Mamanya bertingkah pemarah.
c)    Tahap Akhir
Berisi bagaimana kesudahan cerita atau menyaran tentang bagaimanakah akhir sebuah cerita. Di dalam cerpen Pelajaran Mengarang ini kesudahan cerita terletak pada “..Empat puluh menit lewat sudah, pelajaran mengarang berlangsung. tetapi belum ada secoret kata pun di kertas Sandra. Masih putih, bersih, tanpa setitik pun noda.” .Tetapi beberapa teman Sandra sudah banyak yang mengumpulkan dan sudah berjalan meninggalkan kelas.
Setelah waktu habis Ibu Guru Tati menyuruh semua kertas untuk dikumpulkan kedepan. Kertas Sandra pun Ia selipka di tengah-tengah kertas teman-temanya. Ibu Guru Tati tidak mengetahui bahwa di kertas putih dalam pelajaran mengarang itu Sandra hanya menuliskan kata “
“... Ibuku Seorang Pelacur.”
3.        Setting
Setting adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, suasana, dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok: yaitu Tempat, Waktu, dan Suasana.
a)      Latar tempat
·       Kelas
“...Ingin rasanya Ia lari keluar dari kelas.”
“...Ibu Guru Tati mondar-mandir di depan kelas.”
“...Beberapa diantaranya sudah selesai dan setelah menyerahkan segera berlari keluar kelas.”
·       Rumah
“..Sandra mendapatkan gambaran sebuah rumah berantakan.”
“..Ini titipan si Marti. Aku tak mungkin meninggalkanya sendri di rumah.” “..Di rumahnya sambil nonto RCTI, Ibu Guru Tati memeriksa pelajaran murid-muridnya.”
·       Sekolah
“..Bahkan ketika Sandra pulang dari Sekolah.”
·       Hotel
“..Sandra tahu, setiap kali pager ini menyebut nama hotel, nomer kamar dan sebuah jam pertemuan, Ibunya akan pulang terlambat,”
·       Plaza
“..Setiap hari minggu, wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza ini dan plaza itu.”
·       Ruang depan
“..Di ruang depan, Ia muntah-muntah.”
·       Tempat Tidur atau Ranjang
“..Botol-botol beresakan di meja bahkan sampai ke tempat tidur.”
“..Ia juga hanya berbisik malam itu, ketika dipindahkan di kolong ranjang.”
“..Sandra tak akan pernah mendengar suara lenguhanya yang panjang maupun yang pendek di atas ranjang.”
b)       Latar waktu
60    menit “..Kalian punya waktu 60 menit.”
10 menit “..Sepuluh menit segera berlalu.”
15 menit “.. Lima belas menit telah berlalu.”
20    Menit “..Dua puluh menit telah berlalu.”
 30 menit “..Tiga puluh menit lewat tanpa permisi.”
·           Malam hari
“..ia pernah terbangun malam-malam.”
“..Suatu malam wanita itu pulang merangkak karena mabuk.”
“..Ia juga hanya berbisik malam itu, ketika terbangun karena dipindahkan ke kolong meja.”
·      Hari Minggu
“..Setiap hari minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza ini atau plaza itu.”
c)      Latar suasana
·      Hening atau sepi
“..Ibu Guru Tati memandang anak-anak manis yang menulis dengan kening berkerut. Terdengar gesekan halus pada pena kertas. Anak-anak itu sedang tenggelam ke dalam dunianya, pikir Ibu Guru Tati.”
“..Sandra masih memandang keluar jendela. Ada langit biru diluar sana. Seekor burung terbang dengan kepakan sayaap yang anggun.”
·      Mencekam
Suasana dimana Sandra merasa takut
“..Sandra melihat banyak orang dewasa berpeluk-pelukan sampai lengket. Sandra juga mendengar musik yang keras.”
·      Sedih
“..Sandra pernah terbangun malam-malam melihat wanita itu menangis sendirian, dan wanita itu menangis sambil memluk Sandra.”
“.. Wanita itu juga tak mengira bahwa Sandra masih terbangun ketika dirinya terkapar tanpa daya dan lelaki yang memeluknya sudah mendengkur keras sekali. Wanita itu tak mendengar ketika di kolong ranjang Sandra berbisik tertahan-tahan “Mama, mama..” Dan pipinya basah oleh air mata.”
·      Haru
“..Kadang-kadang sebelum tidur wanita itu membacakan sebuah cerita dari sebuah buku berbahasa inggris dengan gambar-gambar berwarna. Selesai membacakan cerita wanita itu akan mencium Sandra dan selalu memintanya berjanji manjadi anak baik-baik.”
·      Senang atau gembira
“..Setiap hari minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza ini atau itu. Disana Sandra bisa mendapat boneka, baju, es krim, kentang goreng, dan ayam goreng.”
·      Resah
“..Lima belas menit telah berlalu. Sandra tak mengeti apa yang harus dibayangkanya tentang sebuah keluarga yang berbahagia.”

4.      Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah individu ciptaan atau rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa atau lakukan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan. Sedangkan yang dimaksud penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Dalam cerpen Pelajaran Mengarang ini terdapat 5 tokoh yaitu : Sandra, Bu Guru Tati, Marti (Mama Sandra), Mami, dan anak-anak kelas V SD (teman-teman Sandra). Analisis masing-masing tokoh tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Sandra
Sandra merupakan seorang anak kelas V SD yang berumur 10 tahun yang terlahir sebagai anak seorang pelacur. Karakter Sandra aalah pendiam, lugu, sabar, patuh, penurut dan dia sangat sabar menghadapi sikap Mamanya.
 “..Tapi Sandra 10 tahun, belum menulis sepatah kata pun di kertasnya.”
“...Sandra selalu belajar untuk menepati janjinya dan ia memang menjadi anak yang patuh.”
Tetapi Sandra juga membenci Ibu Tati.
“...Sandra memandang Ibu Guru Tati dengan benci, Setiap kali tiba saatnya pelajaran mengarang, Sandra selalu merasa mendapat kesulitan besar, karena ia harus betul-betul mengarang”.

2.    Ibu Guru Tati
Ibu Guru Tati adalah guru Sandra di kelas V SD, Ibu Guru Tati seorang guru yang selalu memberikan materi tentang pelajaran mengarang yang dibenci oleh Sandra. Ibu Guru Tati pun seorang guru yang sabar, berkacamata tebal dan belum berkeluarga.
“...Dari balik kacamatanya yang tebal, Ibu Guru Tatni memandang 40 anak yang manis”.
“...Di rumahnya, sambil menonton RCTI, Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa pekerjaan murid-muridnya”.
3.    Marti (Mama Sandra)
Marti ini adalah Ibu Sandra yanng bekerja sebagai seorang pelacur, dia sangat cantik tetapi sering merokok dan mabuk-mabukan. Sifatnya dia adalah pemarah, tetapi juga sebenarnya ia memiliki rasa penyayang terhadap Sandra tetapi tidak setiap harinya juga Ia bersifat manis terhadap Sandra.
“...Tiga puluh menit lewat tanpa permisi. Sandra mencoba berfikir tentang “Ibu”. Apakah ia akan menulis tentang ibunya? Sandra melihat seorang wanita yang cantik. Seorang wanita yang selalu merokok, selalu bangun siang, yang kalau makan selalu pakai tangan kanana dan kaki kananya selalu naik keatas kursi.”
“...Tentu saja punya, Anak Setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan Papa!.”
“...Tentu saja Sandra tahu wanita itu mencintainya. Setiap hari minggu wanita itu mengajaknya jalan-jalan ke plaza ini atau plaza itu. Di sana Sandra bisa mendapat boneka, baju, es krim, kentang goreng, dan ayam goreng. Dan setiap kali makan wanita itu selalu menatapnya dengan penuh cinta dan seperti tidak puas-puasnya. Wanita itu selalu melap mulut Sandra yang belepotan es krrim sambil berbisik, “Sandra, Sandra...”Kadang-kadang Sebelum tidur wanita itu membacakan sebuah cerita dari sebuah buku berbahasa inggris dengan gambar-gambar berwarna. Selesai membacakan sebuah cerita wanita itu akan mencium Sandra dan selalu memintanya untuk berjanji menjadi anak baik-baik .
4.    Mami
Mami ini adalah seorang wanita yang wajahnya penuh keriput dan selalu merias dirinya dengan sapuan warna yang tebal
“...Sandra mencoba berfikir tentang sesuatu yang mirip dengan “Liburan Ke Rumah Nenek” dan yang masuk ke dalam benaknya adalah seorang wanita dengan wajah penuh kerut yang merias dirinya dengan sapuan warna yang serba tebal. Merah itu sangat tebal pada pipinya. Hitam itu sangat tebal pada alisnya. Dan wangi itu sangat memabukkan Sandra”.
Mami ini juga adalah orang yang dianggap Sandra sebagai Nenek, padahal Mami ini seorang germo atau mucikari. Sifat Mami ini adalah kasar, pemarah dan juga dia selalu mengancam Sandra.
“...Jangan Rewel Anak Setan! Nanti kamu kuajak ke tempat kerja, tapi awas, ya? Kamu tidak usah ceritakan apa yang kamu lihat pada siapa-siapa, ngerti ? Awas!”.
“...Ini titipan si Marti. Aku tidak ingin meninggalkannya sendirian di rumah. Diperkosa orang malah repot nanti.”
5.    Anak-anak kelas V SD
Teman-teman Sandra tidak terlalu banyak diceritakan, tetapi Ibu Guru Tati memandang Anak-anak keas V SD itu atau murid-muridnya mengalami masa kanak-kanak yang indah.
“...Di rumahnya sambil nonton RCTI, Ibu Guru Tati yang belum berkeluarga memeriksa pekerjaan murid-muridnya. Setelah membaca separo dari tumpukan karangan itu, Ibu Guru Tati berkesimpulan, murid-muridnya mengalami masa kanak-kanak yang indah.”
5.             Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara memandang penulis dalam menempatkan dirinya pada posisi tertentu dalam cerita novel tersebut. dalam sebuah novel, sudut pandang terbagi menjadi dua, yaitu Sudut pandang orang pertama dan Sudut pandang orang ketiga.
Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen Pelajaran Mengarang adalah orang ketiga serba tahu, diamana pengarang sama sekali tidak ikut berperan dalam cerpen, namun dapat menceritakan dan menggambarkan dengan jelas situasi perasaan yang dimiliki pelaku. Penyebutan nama atau kata ganti “Ia, dia, mereka” merupakan sudut pandang orang ketiga.
“...Sepuluh menit segera berlalu. Tapi Sandra, 10 tahun, belum menulis sepatah kata pun di kertasnya. Ia memandang keluar jendela. Ada dahan bergetar di tiup angin kencang. Ingin rasanya Ia lari keluar dari kelas, meninggalkan kenyataan yang sedang bermain di kepalanya.”
6.    Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup dan indah.Pengolahan bahasa harus didukung oleh diksi (pemilihan kata) yang tepat. Gaya bahasa dalam cerpen Pelajaran Mengarang yaitu :
a)    Hiperbola
“...Anak-anak kelas V menulis dengan kepala hampir menyentuh meja”.
Kutipan di atas menunjukan gaya bahasa hiperbola atau melebih-lebihkan, seperti pada menulis dengan kepala hampir menyentuh meja, seharusnya cukup ditulis dengan anak-anak itu menulis dengan serius.
b)   Sarkasme
“...Tentu saja punya, Anak Setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan Papa!”
Dari kutipan diatas penyebut Anak Setan dan Taik Kucing menunjukkan kekasaran dalam berbahasa, bahasa yang seharusnya tidak diucapkan untuk memaki. Meskipun gaya bahasa yang digunakan bersifat Hiperbola dan Sarkasme namun mayoritas gaya bahasa yang digunakan dalam menyampaikan gagasan dan ide pengarang bersifat lugas dan jelas, sehingga semua yang membaca dapat memahami isi cerita tersebut.
7.Amanat
Amanat yang terkandung dalam cerpen Pelajaran Mengarang adalah bagaimana kita seharusnya bisa merawat anak dengan baik, kalau memang Orang Tua itu sudah terlanjur masuk ke dalam dunia yang tidak baik tetapi Orang Tua itu akan berfikir jangan sampai anak kita juga bernasib sama seperti Orang Tuanya. Memang Tekanan batin sangat dialami oleh Sandra tetapi seburuk-buruknya seorang Ibu dia tetaplah Ibu kita yang menyayangi kita dan melahirkan kita. Sikap yang ditunjukan Sandra adalah selalu patuh terhadap Ibunya walaupun tidak dipungkiri Ia sering mendapatkan kata-kata dan juga perlakuan kasar dari Ibunya.
Banyak nilai moral yang harus di petik dalam cerpen ini, seperti :
“...Berjanjilah pada Mama, kamu akan jadi wanita baik-baik.”
dalam kutipan ini Mama Sandra menyuruh Sandra agar menjadi wanita yang baik yang tidak seperti Mamanya karena Mamanya tidak ingin kelak Sandra menjadi seperti dirinya, yang hidup di kehidupan malam yang penuh dengan musik-musik keras dan selalu di tonton dengan berjuta pasang mata lelaki.
ANALISIS CERPEN “DEMI ANAKKU, AKU RELA MENJADI PELACUR” KARYA AUDA ZASCHKYA
SINOPSIS
            Dalam cerpen ini menceritakan perjuangan seorang Ibu untuk anaknya yang bernama Dini yang menginjak usia 14 tahun duduk di bangku SMP kelas 3. Dengan berbagai konflik rumah tangga, Ibu Dini bersusah payah melanjutkan kehidupan dan membiayai sekolah Dini dengan cara apapun, dengan sangat terpaksa Mariya terjun ke lubang porstitusi untuk menyambung roda hidupnya. Selama puluhan tahun Dini sama sekali tidak mengetahui pekerjaan ibunya tersebut, meskipun ia mencoba untuk bertanya kepada ibunya, tetapi hasilnya tidak jua ia menemukan jawabannya, karena ibunya menyimpan rapat-rapat pekerjaan tersebut.
            Mariya mempunyai harapan yang tinggi untuk Dini. Ia ingin Dini hidup layak dan dihargai oleh semua orang tanpa sedikitpun meniru gaya hidup Mariyah yang kelam. Mariyah selalu mendoakan Dini agar masa depannya tidak hancur dan dosa mariyah semoga dapat diampuni oleh Allah.
1.    Tema
  Tema dalam cerpen ini adalah mengenai Kehidupan Sosial yang dialami oleh satu keluarga yang dimana seorang Ibunya itu bekerja sebagai seorang pelacur demi masa depan anaknya yang duduk di bangku SMP kelas 3.
2.    Alur
Alur dalam cerpen ini menggunakan alur campuran dimana terdapat alur maju dan mundur di dalam cerita tetapi lebih dominan menggunakan alur mundur karena Mariya sering membayangkan kejadian-kejadian masa lalunya. 
Pekerjaan ini telah kugeluti selama 15 tahun, entah berapa banyak lelaki yang menjamahku. Aku tak ingin lagi begini.
3.    Setting
a)      Latar tempat
·      Café
setiap malam melakukan pekerjaan hanya sebagai pelayan cafe.
·      Hotel
Tak jarang, hotel tempat aku bermandikan hasrat bersama seorang pria
·      Rumah
b)      Latar waktu
·           Malam hari
Aku adalah primadona di Cafe ini. Awalnya aku yang kini berusia 30 tahun ini setiap malam melakukan pekerjaan hanya sebagai pelayan cafe.
Malam ini kuputuskan untuk beristirahat saja di rumah bersama Dini.
Sering aku menangis di malam hari, menyesali nasibku yang harus terjun ke lembah prostitusi ini.
c)      Latar suasana
·      Sedih
Sering aku menangis di malam hari, menyesali nasibku yang harus terjun ke lembah prostitusi ini
·      Kesal
Aku kembali menjajakan diri, menjadi kupu-kupu malam demi tumpukan rupiah untuk Robi, suamiku.
Aku benar-benar marah. Aku berteriak-teriak hingga mereka bangun dan memakai pakaian mereka.
4.      Tokoh dan penokohan
a)      Mariya
Mariya ini adalah Ibu Dini yanng bekerja sebagai seorang pelacur, dia terjun menjadi kupu-kupu malam demi kehidupan anaknya, karena sejak suaminya sudah tidak bertanggung jawab menjadi kepala keluarga lagi. Tetapi Mariya mempunyai jiwa yang penyayang terhadap anaknya, sehingga masa depan anaknya itu lebih penting.
Dini adalah satu-satunya harta terindah yang dianugerahkan Tuhan untukku. Demi putriku, aku rela mencari uang demi kebahagiaannya, demi memenuhi kebutuhannya walaupun aku harus menjual tubuhku di malam hari.
b)      Dini
Merupakan anak Mariya yang cantik dan mempunyai semangat untuk pendidikannya.
Aku adalah seorang ibu dari Putri cantikku yang berumur 14 tahun, Dini namanya.
jangan lama ya bu, Dini harus bayar uang sekolahnya minggu depan, kalau nggak bayar segera, Dini gak bisa ikut UN bu”,
c)      Robi
Suami Mariya yang jahat dan tidak mempunyai tanggungjawab sebagai kepala keluarga.
Robi yang menikahiku dan menjualku  dipinggir jalan 15 tahun silam. Kalau aku tak mau, Robi memukulku. Aku sempat berhenti melakukan pekerjaan itu ketika mengandung Dini.


5.      Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen ini adalah orang pertama dalam cerita, dimana pengarang ikut berperan dalam cerpen, dan menceritakan konflik-konflik yang terjadi dengan jelas. Sering dijumpai kata “aku” sebagai ciri pengarang berada dalam cerita.
Aku adalah primadona di Cafe ini. Awalnya aku yang kini berusia 30 tahun ini setiap malam melakukan pekerjaan hanya sebagai pelayan cafe. Namun keadaan memaksa, hingga aku pun sering menemani tamu di cafe itu sampai di hotel-hotel seputaran kota.
6.      Gaya bahasa
a)      Metafora
Aku kembali menjajakan diri, menjadi kupu-kupu malam demi tumpukan rupiah
Kupu-kupu malam dalam arti yang sebenarnya yaitu wanita penghibur di malam hari.
7.      Amanat
Amanat dalam cerpen ini yaitu hendaknya seorang ibu tetap dalam koridor memperhatikan aspek kehalalan dari hasil mencari nafkahnya, karena itu berhubungan langsung dengan masa depan anaknya.
ANALISIS CERPEN
Dekonstruksi  dalam Cerpen “Pelajaran Mengarang”
Cerpen “Pelajaran Mengarang” merupakan cerpen yang sarat dengan nilai moral terhadap pembaca atau masyarakat. Dalam hal ini Seno selaku pengarang menghadirkan sosok seorang wanita penghibur yang sangat keras gaya hidupnya hal ini dikarenakan kenangan masa lalunya yang kelam, tetapi masih mempunyai rasa kasih sayang terhadap anaknya sehingga ia mempunyai harapan agar anaknya tidak meniru seperti ibunya. Hal tersebut dapat diamati dari kutipan berikut.
“Tentu saja punya, Anak Setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan Papa!”
Selesai membacakan cerita wanita itu akan mencium Sandra dan selalu memintanya berjanji menjadi anak baik-baik.
“Berjanjilah pada Mama, kamu akan jadi wanita baik-baik, Sandra.”
“Seperti Mama?”
“Bukan, bukan seperti Mama. Jangan seperti Mama.”
Jadi, Pengarang dalam sebuah cerpen ini  tidak hanya menyampaikan nilai intrinsik dan ekstrinsik yang dapat dikaji oleh pembaca, melainkan cerita yang tergambarkan secara garis besar yaitu seorang perempuan yang berjuang untuk kelanjutan hidupnya, meskipun jalan yang dipilih bukanlah yang dia inginkan, melainkan kondisi yang memaksanya untuk berbuat seperti itu.  Dekontruksi cerpen ini terletak bahwa kenyataannya seorang pelacur tidak harus menjadikan anaknya sebagai pelacur juga, tetapi mereka masih memperhitungkan masa depan anaknya yang lebih baik, tidak seperti yang dialami oleh orang tuanya.
Dekonstruksi  dalam Cerpen “Demi Anakku, Aku Rela Menjadi Pelacur”
Sepaham dengan cerpen pelajaran mengarang yang juga identik dengan cerita seorang ibu dalam memperjuangkan kehidupan anaknya dengan cara menjual diri agar masa depan anaknya lebih baik tidak seperti yang dialami oleh ibunya. Cerita ini lebih didominasi tokoh Ibu yang menceritakan konflik-konflik yang terjadi di dalam cerita tersebut. Tokoh Ibu mempunyai semangat juang yang tinggi untuk anaknya, walaupun jalan yang dipilih untuk mencari nafkah yaitu menjadi kupu-kupu malam. Meskipun demikian, seorang ibu tersebut masih memikirkan masa depan anaknya yang baik, yang tidak sama dengan masa kelamnya. Hal ini dapat dibuktikan dari kutipan di bawah ini.
cerita anakku di suatu malam ketika ia sedang memijatku. “maafkan ibu, ibu belum punya uang sekarang sayang, Dini sabar dulu ya nak. Besok ibu masuk kerja”, kataku. “jangan lama ya bu, Dini harus bayar uang sekolahnya minggu depan, kalau nggak bayar segera, Dini gak bisa ikut UN bu”, tambahnya. Sungguh perih hatiku saat itu, hingga aku bertekad untuk segera sembuh agar bisa “dinas” lagi besok malam.
Aku telah bertekad, suatu saat aku akan berhenti dari pekerjaan ini. Dengan sedikit uang tabunganku, aku berharap dapat membuka warung kecil di rumahku. Aku tak ingin lagi menjajakan diri. Aku ingin dirumah saja agar dapat lebih memperhatikan Dini yang akan masuk SMA nanti. Aku tak mau masa depannya hancur sepertiku. Semoga Tuhan mengabulkan do’a dan mengampuni diriku yang telah bergelimangan dosa ini. Amin.
            Dengan demikian, dekontruksi yang terdapat dalam cerpen ini sama halnya dengan cerpen “pelajaran mengarang” bahwa cerita yang secara garis besar dapat di tangkap melalui rangkaian cerita yang sudah tergambar dengan jelas, melainkan disisi makna lain terdapat pemahaman yang lain yaitu seorang pelacur tidak harus menjadikan anaknya juga sebagai pelacur, melainkan mereka masih mempunyai hati nurani untuk  masa depan anak-anaknya.

ANALISIS PERBANDINGAN
Identifikasi Titik Mirip
Salah satu yang dicari dalam studi sastra bandingan adalah afinity (pertalian atau kesamaan). Kesamaan atau kemiripan kedua cerpen yang telah dianalisis bukan dilihat dari segi struktur, karena memang secara struktur kedua cerpen ini dihadirkan secara berbeda, baik itu cerita, penokohan dan sebagainya. Identifikasi titik mirip dalam kajian ini menggunakan metode dekonstruksi yang kemiripan-kemiripannya lebih dikhususkan pada nilai moral yang ingin disampaiakan oleh pengarang. Kedua pengarang ini sama-sama menggunakan gaya cerita seorang pelacur yang mempertahankan kelanjutan hidupnya dan masa depan anak-anaknya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pengarang senada dalam hal cara menyampaikan ide.  Berbicara mengenai ide, cerpen dari kedua pengarang ini pun memiliki kesamaan yakni sama-sama membahas permasalahan yang terjadi pada kehidupan seorang pelacur dalam mempertahankan roda kehidupannya. Selain itu, maksud yang ingin disampaikan pengarang juga dinilai memiliki kemiripan sebagai media nilai-nilai moral yang ingin disampaikan oleh pengarang.
Perbandingan Titik Mirip
Perbandingan selanjutnya diarahkan pada  pemakaian teori dekonstruksi Derrida, yakni di dalam sebuah teks ada teks lain yang menunjukkan agenda tersembunyi yang dapat dibongkar. Pengarang memiliki maksud lain dari sekadar menyuguhkan sebuah cerita yang memang tertera secara nyata di dalam teks sebuah karya sastra. Maksud lain dari penceritaan dalam cerpen “Pelajaran Mengrang” dan “Demi anakku, Aku Rela Menjadi Pelacur” adalah mengajak pembaca untuk lebih peka  dan memahami terhadap permasalah yang terjadi pada seorang pelacur. Tidak semua pelacur itu mempunyai hati nurani yang keji, melainkan mereka juga mempunyai hati nurani untuk berfikir demi masa depan keluarganya, ataupun anaknya.
Di era globalisasi ini, seiring perkembangan zaman dan meningkatnya kebutuhan hidup, menjadikan seorang yang mempunyai pekerjaan kupu-kupu malam sering berpengaruh juga terhadap keturunannya, secara tidak langsung perilaku keseharian orang tua terkadang mempengaruhi perilaku anaknya tersendiri, karena anak sering kali menyontoh perilaku orang tua secara tidak disengaja.

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut ini.
1.       kedua pengarang sama-sama memilih objek cerita kupu-kupu malam sebagai bahan tulisannya. 
2.      Ide yang menjadi dasar penceritaan masing-masing karya memiliki kemiripan yaitu ingin menyampaikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerpen tersebut.
3.      Secara dekonstruksi dapat dilihat kemiripan maksud pengarang dari sisi lain yaitu bahwa seorang pelacur tidak harus menjadikan ananknya sama seperti orang tuanya yang menjadi pelacur.


DAFTAR PUSTAKA
Ajidarma, Seno Gumira. 2011. “Pelajaran Mengarang”. (Online) http://cerpenkompas.wordpress.com/2011/10/09/pelajaran mengarang/. Diakses 18 Oktober 2013.
Zaschkya, Auda. 2013. “Demi Anakku, Aku Rela Menjadi Pelacur”. (Online)  http://kumpulanfiksi.wordpress.com/2013/03/01/demi-anakku-aku-rela-menjadi-pelacur-cerpen-auda-zaschkya/  .
Norris, Christopher. 2003. Membongkar Teori Dekonstruksi Jacques Derrida (Terjemahan Inyiak Ridwan Muzir). Yogyakarta: Arruz Media.


1 komentar:

  1. terima kasih telah membedah cerpen saya :)
    bagus sekali analisanya :)
    salam kenal mbak :)

    BalasHapus